Perda Kebudayaan Sebagai Payung Hukum Bagi Pelaku Seni Dan Budaya Harus Ada Di Kota Batu

  • Bagikan

{jejakjurnalis.com} Kota Batu 13/08/2023 |Dalam Rangka Pemajuan Kebudayaan di kota batu perlu adanya payung hukum yang jelas dan pasti sebagai bentuk perlindungan terhadap para pelaku kesenian serta kebudayaan.

Para pelaku kesenian serta kebudayaan di kota batu begitu aktif dan terus menerus dalam melakukan kegiatan-kegiatan kesenian serta kebudayaan sebagai bentuk pelestarian kearifan lokal yang ada di kota batu khususnya dan indonesia pada umumnya.

Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB) Adalah  salah satu yang sangat aktif dalam menyuarakan tentang pentingnga payung hukum bagi pelaku seni dan budaya di kota batu baik itu Perwali maupun Perda, Salah satunya adalah tentang kebijakan anggaran yang menjadi salah sumber pendanaan bagi DKKB dalam menjalankan Organisasi.

Yang mana pada saat Hearing beberapa waktu lalu di Kantor DPRD Kota Batu bersama Dinas Pariwisata, Komisi B dan Perwakilan DKKB.
Membahas banyak hal tentang pemajuan kebudayaan dan Salah satunya adalah membahas tentang pos anggaran yang bisa di anggarkan melalui Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan serta Kebudayaan sebagai Leading Sektor pos anggaran.

Namum saat ini yang menjadi kendala adalah payung hukum yang belum ada sebagai dasar untuk mengeluarkan anggaran bagi pelaku kesenian dan kebudayaan dan juga yang di peruntukan bagi Lembaga non profit seperti Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB).
Maka dari itu perlu sekali pembentukan Perda  maupun Perwali Pemajuan Kebudayaan sekaligus pengesahanya di Kota Batu.

Indonesia memiliki undang-undang tentang kebudayaan nasional. Pada 27 April 2017, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang disahkan oleh Pemerintah sebagai acuan legal-formal pertama untuk mengelola kekayaan budaya di Indonesia.

Istilah Pemajuan Kebudayaan tidak muncul begitu saja. Istilah tersebut sudah digunakan para pendiri bangsa pada UUD 1945 dalam Pasal 32, yaitu “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”, untuk menegaskan bahwa kebudayaan merupakan pilar kehidupan bangsa.

Saat terjadi perubahan UUD 1945 pada awal masa reformasi melalui proses amandemen, pemajuan kebudayaan tetap menjadi prioritas bahkan makin ditegaskan. Pasal 32 UUD 1945 dikembangkan menjadi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai luhur budayanya.

Dengan kehadiran UU Pemajuan Kebudayaan, cita-cita pendiri bangsa agar Indonesia menjadi bangsa dengan masyarakat berkepribadian secara budaya, berbudi luhur, berdikari secara ekonomi, serta berdaulat secara politik. Memajukan Kebudayaan, Merawat Keragaman, undang-undang Pemajuan Kebudayaan mengakui dan menghargai keragaman budaya masyarakat Indonesia secara luas.

Ada lebih dari 700 suku bangsa dan bahasa beserta adat istiadatnya yang membentuk masyarakat Indonesia. Keragaman inilah yang mendasari kebudayaan nasional kita.
Oleh karenanya, dibutuhkan perspektif yang adil dan tidak mengkotak-kotakkan dalam melihat budaya masyarakat kita.

Setiap unsur kebudayaan perlu sekali dipertimbangkan untuk dilindungi, dikelola, dan diperkuat. Itulah sebabnya undang-undang ini menggunakan pengertian kebudayaan yang paling netral, ramah, dan terbuka, yakni “segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat”. Sehingga, kebudayaan nasional diartikan sebagai “keseluruhan proses dan hasil interaksi antarkebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia.”

Perhatikan bagaimana kata “proses” dan “hasil” berada dalam satu kalimat. Artinya, UU Pemajuan Kebudayaan tidak hanya membahas wujud-wujud yang tampak dari kebudayaan, seperti alat maupun bangunan, tetapi turut memperhitungkan proses hidup masyarakat yang melatari lahirnya setiap produk dan praktik kebudayaan di Indonesia.

Oleh karena itu, pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan wajib melibatkan masyarakat. Sebagai dasar bagi perancangan arah pemajuan kebudayaan nasional, UU Pemajuan Kebudayaan mensyaratkan penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan—dokumen berisi kondisi dan permasalahan nyata yang dihadapi di daerah masing-masing beserta tawaran solusinya.

Pokok Pikiran Kebudayaan itu disusun oleh masyarakat. Jika tidak, dokumen tersebut akan dianggap tidak sah oleh negara. Pokok Pikiran Kebudayaan pertama-tama disusun pada tingkat kabupaten/kota, lalu diolah pada tingkat provinsi. Hasil dari setiap provinsi kemudian dihimpun pada tingkat nasional sebagai bahan untuk merumuskan Strategi Kebudayaan dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan oleh pemerintah pusat.

{Ags}

  • Bagikan