Kota Batu, Jejakjurnalis.com,- Candi Songgoriti, salah satu situs cagar budaya di Desa Songgokerto, Batu, Jawa Timur, menyimpan sejarah menarik yang didirikan di atas mata air panas alami dan diyakini memiliki khasiat penyembuhan sejak abad ke-9 hingga ke-10 Masehi.
Asal Usul dan Pendirian
Menurut tradisi lokal, lokasi candi dulunya adalah kawah vulkanik yang memicu semburan air panas dan air belerang. Pada masa itu, Mpu Sindok dari Mataram Kuno, yang hijrah ke Jawa Timur, mengutus Mpu Supo untuk menemukan sumber mata air di kawasan pegunungan.
Ketika Mpu Supo menemukan area Songgoriti, ia membangun candi untuk “menjinakkan” aliran air panas tersebut dan memecahnya menjadi tiga sumber: air panas, air dingin, dan air belerang .
Hal ini mengubah lokasi tersebut menjadi pusat petirtaan suci yang sekaligus berfungsi sebagai tempat ritual pembersihan dan pengobatan.

Bangunan utama ini dibangun di atas batur batu andesit ukuran 14–14,7 m x 8–10 m, lengkap dengan badan serta relung untuk menempatkan arca Ganesha, Agastya, dan Durga—menegaskan identitasnya sebagai candi Hindu-Siwa.
Fase Sejarah dan Restorasi
Candi Songgoriti diketahui pertama kali ditemukan oleh Van Ijsseldijk pada 1799. Selanjutnya, Hindia Belanda melakukan restorasi dalam beberapa fase: di bawah Jonathan Rigg dan Brumund (1849 & 1863), J. Knebel (1902), dan Oudheidkundige Dienst (1938–1944).
Arkeolog seperti Suwardono mengaitkan candi ini dengan Prasasti Sangguran (928 M), berupa sima yang digunakan untuk membiayai pembangunan bangunan suci bagi para pandai besi—menampilkan hubungan antara candi dan komunitas logam lokal.

Petirtaan dan Khasiat Air Panas
Sumur dan saluran batin yang berada di bawah candi memancarkan tiga jenis air: panas, dingin, dan air belerang. Air belerang-nya mengandung kandungan kimia terapetik, sehingga sejak dulu dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kulit dan memulihkan badan.
Ritual mandi dan prosesi di sekitar pamandian air-muja ini berlangsung pada hari-hari penuh tertentu seperti Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon.
Legenda lokal menyebutkan bahwa Mpu Supo menggunakan kolam ini sekaligus untuk mendinginkan keris yang mengandung unsur magis dan fisik sekaligus.
Selain itu, konon arsitektur candi dan air kolam ini merefleksikan simbol Samudra Manthan dari mitologi Hindu: bangunan candi sebagai Gunung Mandara, dan petirtaan berfungsi sebagai lautan susu suci (Kshirasagara).
Rangkaian Misteri dan Cerita Mistis
Bukan cuma sejarah, Candi Songgoriti juga dipenuhi cerita misterius. Warga setempat sering menyelenggarakan ritual Jumat atau Selasa Kliwon tengah malam untuk meminta “tuah” dari air tiga sumber. Konon beberapa tokoh penting bahkan datang sembunyi-sembunyi demi memanfaatkan kekuatan ini.
Selain itu, banyak yang percaya munculnya suara gemericik dan kilap cahaya di petirtaan pada malam hari dimana fenomena yang hingga kini kurang bisa dijelaskan secara ilmiah.
Beberapa ahli bahkan turun tangan meneliti fenomena ini dari sudut pandang geologi, biologi, hingga kimia untuk menyingkap apa yang sebenarnya terjadi.
Daya Tarik dan Warisan Budaya
Kini terletak di lingkungan pesona wisata Songgoriti, candi ini menjadi salah satu destinasi sejarah alternatif di antara pemandian dan vila sekitar. Air panasnya bahkan disalurkan ke hotel dan villa sejak era 1970-an.
Masyarakat modern menghormatinya sebagai simbol harmonisasi manusia dan alam. Candi yang berdiri di atas cekungan panas tetap kokoh lebih dari seribu tahun, cerminan kearifan masa lalu.
Candi Songgoriti lebih dari sekadar bangunan kuno. Bangunan itu adalah saksi perpindahan kerajaan, praktik petirtaan sakral, dan tradisi mistis yang hidup turun-temurun.
Dengan kisah Mpu Supo, relief arca suci, dan tiga mata air yang mistis, candi ini merajut sejarah, budaya, dan spiritualitas dalam satu kesatuan unik. Patut dijaga dan dilestarikan bukan hanya sebagai objek wisata, tetapi juga sebagai bagian penting dari warisan spiritual dan budaya bangsa.
Untuk informasi lainnya klik: http://Jejakjurnalis.com