Kota Batu, Jejakjurnalis.com,- Analisis integrasi awal terhadap tata kelola wisata pendakian di pulau Jawa menjadi sebuah inisiatif yang penting ditengah bergulirnya wisata pendakian di Jawa Timur. Hal itu Belajar dari Sumbing-Sindoro
Kolaborasi antar-basecamp, yang dimotori Singeh Akbar, berambisi menciptakan standar terpadu dengan mencontoh model integrasi di Jawa Tengah. Langkah ini patut diapresiasi, namun juga menyimpan tantangannya sendiri.

Tata kelola pendakian gunung di Indonesia seringkali bersifat parsial dan bergantung pada karakteristik masing-masing pengelola basecamp.
Hal ini menimbulkan variasi aturan yang dapat membingungkan pendaki dan menyulitkan koordinasi dalam keadaan darurat. Inisiatif Singeh Akbar dan Paguyuban Lingkar Kawi untuk membuat SOP terpadu adalah respons cerdas atas masalah tersebut.
Model dari pengelolaan Gunung Sumbing dan Sindoro di Jawa Tengah menjadi benchmark yang relevan. Pertemuan rutin tiga bulanan mereka terbukti efektif dalam menyelaraskan kebijakan.
Namun, pertanyaannya, apakah model yang sukses di satu wilayah dapat dengan mudah diadopsi di Jawa Timur yang secara geografis dan sosiologis pengelola gunungnya lebih kompleks dan tersebar ?
baca juga: Kader Kesehatan Durungbedug Gelar Tour Wisata Yogyakarta
Tantangan terbesarnya adalah membangun trust dan komitmen berkelanjutan dari semua pihak. Setiap basecamp memiliki "karakter" dan kepentingan ekonominya masing-masing.
Sinergi dengan instansi seperti Perhutani (KPH Malang) juga menjadi kunci. Poin positifnya, agenda yang diusung sangat komprehensif: dari penegakan aturan, manajemen sampah, hingga peningkatan kapasitas SDM (satpa) dan sertifikasi.
Jika berhasil, integrasi di Pegunungan Kawi ini bukan sekadar proyek lokal. Ia berpotensi menjadi blueprint tata kelola pendakian berkelanjutan yang bisa direplikasi di wilayah lain, menjawab tantangan industri pendakian yang kian masif.