Mojokerto, Jejakjurnalis.com,- Sidang Pra Peradilan yang diajukan oleh tim Kuasa Hukum Sularto S.H. dan Rekan terhadap Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) kembali digelar di Pengadilan Negeri Mojokerto, Selasa (24/6/2025).
Gugatan Pra Peradilan bertujuan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka terhadap EU, yang pada saat ini sedang menjalani hukuman pidana dalam kasus lain di Lapas Mojokerto.
Dalam sidang yang memasuki tahap ke-3 ini, pihak pemohon menghadirkan tiga orang saksi. Andik Rusianto sepupu, Fauzi mantan pegawai pom, dan saksi ahli hukum Pidana DR Feliks Danggor, S.H., M.H., M.M.
Tim kuasa hukum EU yang terdiri dari Sularto, S.H., Nurlailah, S.H., Much Fudon, S.H., dan Ade Riski Yayang, S.H. menegaskan bahwa proses penetapan tersangka terhadap klien mereka tidak sah secara hukum.
“Penetapan klien kami sebagai tersangka dengan pasal pemalsuan yaitu pasal 263 dan 266 KUHP tidak memenuhi unsur formil dan materil. Proses ini dipaksakan dan cacat hukum,” tegas Sularto, S.H. saat ditemui usai sidang.

Pengajuan pra peradilan Sularto S.H. dan Rekan didasarkan pada Pasal 1 ayat (10) KUHAP yang menyebutkan "Bahwa Pra Peradilan adalah kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan/atau penuntutan".
Selain itu, dalam Pasal 77 KUHAP juga mengatur bahwa seseorang dapat mengajukan pra peradilan jika keberatan terhadap tindakan penyidik atau penuntut umum yang dianggap melanggar hukum.
Menurut tim hukum, klien mereka telah menjadi korban kriminalisasi di dalam perkara yang seharusnya berada pada ranah hukum perdata bukan pidana, karena terkait hak atas harta warisan almarhum Handika Susilo, suami dari klien kami.
Usai sidang Kuasa hukum EU Sularto S.H. menyampaikan, perkara ini bermula dari penjualan 1 unit mobil Honda CR-V milik dari almarhum suami berinisial HS, yang sudah sejak pertama belinya dikuasai dan digunakan oleh klien kami.
"Ketika hendak dijual, BPKB asli mobil tidak ditemukan. Klien kami akhirnya mengurus BPKB duplikat secara resmi dan telah sah sesuai ketentuan yang berlaku," ungkap Sularto S.H.
Transaksi pun telah berjalan. Namun di kemudian hari muncul laporan dari NF yang juga istri dari almarhum HS dengan menyodorkan BPKB asli mobil yang telah dijual kliennya.
"Laporan inilah yang menjadikan dasar penetapan tersangka terhadap EU klien kami atas dugaan penggunaan dokumen palsu," tegasnya.
Menurut Sularto S.H., mobil CR-V itu jelas dikuasai klien kami. Pengurusan duplikat pun dilakukannya secara resmi, bukan hasil pemalsuan. Ini murni soal hak waris, kenapa ditarik ke pidana ?
Sementara itu ahli hukum pidana yang ditunjuk pemohon DR Feliks Danggor, S.H., M.H., M.M. menyampaikan tentang Asas Ne Bis In Idem di dalam Hukum Pidana yang tercantum di Pasal 76 ayat (1) KUHP, yang berbunyi:
“Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap”.
"Kalau terjadi tuntutan 2 kali dalam kasus yang sama, berarti itu tidak benar. Dan di sini saya bilang ini adalah tanda tanya ada apa ?," ujar DR Feliks Danggor.
Sularto, S.H., mengatakan bahwa saat ini, kliennya sedang menjalani hukuman 1 tahun penjara atas kasus lain. Ia divonis bersalah karena disebut membuat surat kematian palsu atas nama HS suaminya.
"Suaminya memang telah meninggal di Malang pada tahun 2021. Klien kami EU juga telah mengajukan surat kematian di Kelurahan Mojojajar, Mojokerto, dengan mencantumkan lokasi meninggalnya di Malang," ungkapnya.
Menurut tim hukum, dalam kasus surat kematian itu tidak ditemukan ada unsur pemalsuan. Kelurahan mengeluarkan surat berdasarkan dari keterangan yang diberikan EU, dan telah melampirkan data-data sebenarnya serta tidak ada upaya untuk menyesatkan.
Untuk informasi lainnya buka di http://Jejakjurnalis.com
Kuasa hukum menegaskan jika kliennya merupakan istri sah dari almarhum HS. Penetapan tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Agama Mojokerto, bahkan setelah digugat hingga ke Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung, klien kami tetap menang.
“Status pernikahan mereka sah menurut hukum. Dan keduanya, baik EU maupun NF telah memiliki anak dari almarhum. Hal inilah seharusnya yang mendorong pendekatan kekeluargaan, bukan saling lapor,” ucap Much Fudon S.H.
Pada akhir pernyataannya, tim Kuasa Hukum Sularto S.H. dan Rekan berharap bahwa penyelesaian kasus hukum tidak semata-mata dengan mengedepankan pemidanaan. Restorasi Justice menjadi langkah terbaik bagi kedua belah pihak.
“Kami berharap semua pihak membuka ruang damai. Ini bukan kasus kejahatan murni, namun sebuah konflik keluarga serta warisan,” pungkas Fudon.
Agenda sidang Pra Peradilan selanjutnya dijadwalkan untuk mendengar kesaksian dan sekaligus menerangkan pembuktian tim hukum Polda Jatim sebagai pihak termohon.